Senin, 24 Juni 2013
Batu Kalimaya Banten
KABUPATEN Lebak, Jawa Barat, sudah lama dikenal sebagai daerah
penghasil batu mulia, selain emas, dan berbagai jenis hasil tambang
lainnya. Salah satu yang khas adalah batu mulia yang dikenal dengan
nama Batu Kalimaya.
Batu untuk pelengkap perhiasan kalung, cincin, giwang, dan sebagainya,
ditemukan dari dalam perut bumi Lebak, tepatnya di Kecamatan Maja. Dari
daerah ini batu mulia yang mempunyai kekhasan tersendiri itu dihasilkan,
dan menyebar kepada peminatnya di berbagai penjuru.
Kekhasan yang nampak dari batu Kalimaya adalah terdapatnya sejumlah
titik-titik sinar yang nampak di batu. Warga dan pencari batu setempat,
menyebut kemilau titik-titik sinar di batu dengan sebutan "kembang".
Bentuk keindahan kembang-kembang di dalam batu itulah, yang membedakan
batu Kalimaya dengan batu mulia lain. Warna batu Kalimaya juga bermacam-
macam, hitam, putih, merah, hijau, biru, dan semuanya ditumbuhi kembang-
kembang.
Harga batu Kalimaya yang sudah jadi bervariasi, tergantung kemilau
batu, keindahan yang terpancar, bentuk dan ukurannya. Salah seorang warga
Desa Curugbitung, Kecamatan Maja, pemilik batu Kalimaya dengan alas dasar
warna putih berdiameter sekitar satu sentimeter, menyebut harga batunya
Rp 150.000. Batu itu dipakainya untuk bandul kalung. Kalau ukuran batu
lebih besar dan kemilau kembangnya lebih bagus, harganya bisa jutaan rupiah.
Nama Kalimaya sendiri, ternyata sama sekali tak punya hubungan dengan
kali atau sungai. Batu itu juga tidak ditemukan di aliran sungai, tetapi
digali dari dalam tanah. Salah satu lokasi terbesar penambangan batu
Kalimaya, terdapat di Kampung Cilampung, Desa Ciburuy, Kecamatan Maja.
Kawasan itu bisa ditempuh dengan berjalan kaki melalui Kampung Lebakpasir,
Desa Ciburuy, sejauh satu kilometer.
Dipilihnya lahan perkebunan karet di Kampung Cilampung untuk mencari
batu Kalimaya, menurut Risman (25) salah seorang penambang, awalnya hanya
karena faktor kebetulan. Di lokasi itu ada warga yang menemukan Kalimaya
ketika tengah menggali tanah.
Lokasi penemuan batu Kalimaya tidak hanya di Kampung Cilampung. Warga
di sejumlah desa di Kecamatan Maja, kadang secara kebetulan menemukan
batu mulia tersebut saat menggali tanah.
***
MEMASUKI kawasan penambangan Batu Kalimaya di kawasan perkebunan karet
di Kampung Cilampung, dari kejauhan sudah disambut deru mesin pompa air
yang digunakan penambang untuk menguras air dari dalam lubang tambang.
Lebih dekat, sudah terlihat lubang-lubang galian yang mirip terowongan
persembunyian di kala perang di dinding bukit. Namun terowongan-terowongan
itu sudah ditinggalkan penambang.
Ketika memasuki lokasi utama penggalian di atas bukit, dibutuhkan
cukup kewaspadaan. Di sana-sini terdapat lubang-lubang yang tidak kelihatan
dasarnya, karena dalamnya rata-rata lebih dari 30 meter, bekas penggalian
batu Kalimaya yang sudah ditinggalkan.
Sumur-sumur dalam berdiameter sekitar 1,5 meter, telah ditinggalkan
tanpa ditimbun kembali. Bekas penambangan batu Kalimaya menjadi lebih
berbahaya lagi, karena sebagian di antaranya telah ditumbuhi semak hingga
tak terlihat. Di kawasan lubang penambangan batu Kalimaya, terdapat pula
pondok-pondok tempat beristirahat penambang.
Saat ini ada sekitar 10 sumur penambangan batu Kalimaya. Untuk
mengaduk-aduk isi perut bumi, mencari batu berharga itu membutuhkan
tenaga kerja sekitar tujuh orang tiap sumur galian. Tapi tidak setiap hari
mereka bisa menemukannya. Kadang bisa berbulan-bulan, baru dapat ditemukan
batu berharga tersebut.
Para penambang itu terbagi dalam beberapa bidang pekerjaan. Ada yang
khusus mengaduk-aduk di dalam sumur mencari batu, dan penarik ember
berisi batu galian serta mengangkutnya. Batu cadas bekas galian dibuang
berserakan di sekitar lubang galian. Seorang pekerja lain, biasanya juga
masih mencoba mencari batu Kalimaya di antara pecahan batu-batu cadas itu.
Penggali dan pencari Kalimaya di dalam lubang galian, harus membawa
lampu petromaks untuk penerangan. Kegelapan sumur dalam bisa diatasi
dengan sinar lampu, yang juga akan membuat pantulan sinar batu yang ada di
dalam lubang. Batu Kalimaya umumnya menempel di batu-batu cadas di dalam
perut bumi.
Menurut salah seorang buruh penambang, Pepen (29), galian sampai
sedalam 30 meter lebih dilakukan selama berbulan-bulan. Batu Kalimaya
ditemukan menempel di batu cadas. "Kalau lagi mujur, ketika galian
baru dua atau tiga meter, kadang kami sudah menemukannya. Namun bisa
pula sebulan lebih kami tidak menemukan batu itu, meski galian sudah
bertambah dalam," katanya.
Pepen, seperti juga puluhan penambang lainnya, hanyalah buruh pencari
batu. Ada pemodal yang membiayai pencarian batu mulia itu. Mereka mendapat
penghasilan bila memperoleh batu Kalimaya. Batu itu langsung dijual dan
dihargai sendiri oleh pemodal.
Pernah misalnya buruh-buruh penambang menemukan batu Kalimaya cukup
bagus berdiameter sekitar lima sentimeter. Pemodal lantas membeli batu
yang masih mentah itu Rp 1 juta. Uang penjualan dibagi-bagi kepada seluruh
penambang di sumur tempat ditemukannya batu. Dari penemuan itulah penambang
mendapat upah. Sementara kebutuhan makan-minum para buruh penambang selama
penggalian berlangsung, ditanggung pemodal.
Untuk memenuhi kebutuhan makan-minum di kawasan tambang batu Kalimaya,
seorang pedagang makanan, Salmah (30), mangkal di lokasi itu. Salmah sudah
hampir 10 tahun berada di sekeliling penambang batu Kalimaya. Katanya,
selain deru mesin diesel penyedot air dari dalam lubang galian, tidak ada
keributan lain. Juga tidak pernah ada kejadian penambang yang tertimbun di
dalam lubang galian, seperti misalnya yang kerap dialami penambang emas
tradisional.
Batu-batu Kalimaya yang ditemukan di lubang galian, tidak langsung
bisa dijadikan perhiasan. Batu-batu "mentah" itu harus terlebih dahulu
digosok untuk mengeluarkan kemilaunya. Ukuran batu pun disesuaikan dengan
kebutuhan jenis perhiasan apa yang akan dilengkapi dengan Kalimaya.
(mul/boy)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar